SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI - TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI - TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA - SILAHKAN TINGGALKAN PESAN ANDA

4 Februari 2012

Resensi

RESENSI BUKU
KUMPULAN CERPEN WARTAWAN
Suluh Moral Para Pewarta Senior


Sabtu, 28 Januari 2012

Materi Ajar Bahas Indonesia
Contoh Resensi Buku

Judul : Kumpulan Cerpen Sebelas Wartawan (3)
Penulis : Djunaedi TA dkk
Pengantar : Hendry Ch Bangun
Penyunting : Djahar Muzakir
Desain : Kuntoro
Penerbit : Pustaka Spirit
Cetakan : Pertama, Januari 2012
Isi : 209 Halaman

"Dalam otaknya hanya ada satu yang kerap muncul, sosok sang bos--yang terkadang di matanya berubah ujud jadi tikus got--, pejabat publik, yang paling tidak sekali sepekan muncul di televisi bicara soal pemberantasan korupsi, soal membantu daerah dalam membangun, dan sebagainya." (Djunaedi TA: Tikus Got) "Uangmu memang mencukupi untuk beli emas, tapi kubelikan berlian untuk memperbaiki atap bangunan sekolah yang terancam rubuh." (Asep Yayat: Kalung)

"Lebih baik aku mati, apa yang akan aku katakan nanti di kampus, semua mata akan memandangku, meremehkanku, menudingku anak koruptor." (Sabri Piliang: Harakiri Lena)

Karya sastra tak lahir dalam kekosongan, namun mengusung "benang merah" zaman. Karena itulah, ia kerap membawa dampak psikologis bagi pembacanya.

Di sinilah, para pengarang mengemas dan "mendakwahkan" nilai-nilai moral tanpa harus menggurui, sehingga pesan-pesannya bisa ditangkap segenap penikmat sastra.

Tiga nukilan di atas adalah contoh mainstream zaman tentang semangat sosial, humanisme dan perang melawan korupsi. Tikus Got (Djunaedi TA), Kalung (Asep Yayat), dan Harakiri Lena (Sabri Piliang), adalah tamsil dan nasihat tentang matinya moralitas dan sensitivitas sosial serta rasa kemanusiaan kita.

Para pewarta ini menyuguhkan sejumlah pembelajaran: tenang kisah tentang orang kecil yang dipenjara sementara sang bos yang mafia bebas berkeliaran; Sawijo yang batal membeli kalung emas untuk istrinya demi menyelamatkan sekolah yang terancam roboh; hingga Lena yang mati bunuh diri (harakiri) karena tak mampu menanggung malu akibat ayahnya yang koruptor. Para penulis mencoba membangun sebuah cermin realitas untuk menunjukkan betapa rusaknya wajah kehidupan kita.

Kumpulan Cerpen Sebelas Wartawan ini adalah yang ketiga, setelah sebelumnya (tahun 2010, dan 2011), dua edisi di-launching untuk memperingati Hari Pers Nasional.

Peluncuran karya setebal 209 halaman ini di Gedung PWI Pusat, Jakarta, Kamis (26/1), berlangsung sederhana, namun sarat makna, karena sekaligus sebagai ajang reuni para wartawan senior yang sebagian besar telah menjadi pimpinan di media masing-masing.

Mereka adalah Aba Mardjani (Tabloid Gosport); AR Loebis, Maria Andriana (LKBN Antara); Djunaedi Tjunti Agus, Asep Yayat, Sabri Piliang (Harian Umum Suara Karya); Hendry Ch Bangun, Wito Karyono (Harian Warta Kota); Iman Hadiman (Berita Pagi Palembang); Ian Situmorang (Tabloid Bola); dan Ismet Rauf (wartawan senior).

Kumpulan cerpen ini bertabur narasi indah , lugas, dan dirajut dengan jalinan kisah yang mengalir lancar. Membaca karya terbitan Pustaka Spirit ini, kita dibuat takjub, tersenyum, terkadang tertawa, sekaligus mengelus dada merespons fragmen-fragmen kehidupan yang sarat nilai moral.

Cerita-cerita ringkas ini saling berkaitan membentuk satu lingkaran hubungan manusia dengan dirinya, dengan lingkungan sosial, dan Tuhan. Karya ini bisa menjadi suluh moral untuk memperbaiki kondisi bangsa yang kian terpuruk. (Yudhiarma)


0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More